Tenun Subahnale, dari Animisme Hindu Islam hingga Kewajiban Perempuan Sasak
Oleh: Redaksi
Pada sebuah Pameran UMKM yang meriah
diadakan di Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat, salah satu produk utama
yang memiliki daya tarik adalah tenun songket Lombok. Tenun songket subahnale
yang terkenal, memiliki daya tarik tersendiri. Selain keindahan warna dan
motifnya yang khas, yang membuatnya bernilai adalah makna filosofis yang
diyakini masyarakat Sasak, Lombok.
foto: Pameran Tenun di Museum Negeri Provinsi NTB
Kewajiban perempuan Sasak
Dalam folk etymology, atau sebuah cerita yang
berkembang dalam masyarakat, tenun subahnale berasal dari ungkapan ‘Subhanallah’,
ungkapan nama suci Tuhan yang biasa diekspresikan masyarakat Muslim. Sering
diekspresikan oleh masyarakat setempat ketika melihat betapa indahnya tenun subahnale.
Lebih jauh lagi, pada jaman dahulu, seorang perempuan
menenun sebuah kain memakan waktu yang cukup lama karena prosesnya panjang
dengan motif yang tidak mudah. Setelah berhasil menyelesaikannya, kain itu pun
sangat indah.
Setiap orang yang melihat begitu takjub hingga
mengucapkan "Subhanale..." (Subhanallah). Sejak saat itulah tenun dengan
motif yang rumit dan indah disebut dengan tenun subahnale. Namun, beberapa
cerita juga beredar bahwa motif subahnale yang sangat tua adalah bunga mawar,
yang diyakini sebagai lambang cinta atau bisa sebagai ungkapan cinta kepada
Tuhan.
Menurut hasil penelitian skripsi Bayu Indra Pratama “Makna
Simbolik Kain Songket Subahnale Suku Sasak Desa Sukarara Lombok" (UNY,
2017), dijelaskan bahwa hampir di setiap rumah di Desa Sukarara, Lombok Tengah,
mempunyai alat penenun tradisional. Namun pekerjaan ini hanya dipertunjukkan
bagi kaum wanita saja, sedangkan kaum pria bekerja sebagai petani di sawah. Ada
beberapa kain songket tertentu yang hanya boleh dibuat pada hari-hari tertentu
dan dibuat oleh wanita yang sudah tidak mengalami datang bulan.
Dalam tradisi di beberapa desa di Lombok Tengah, seperti
Desa Sade, kaum wanita yang hendak menikah diwajibkan untuk memberikan kain
tenun songket buatannya sendiri kepada calon suami. Jika sang wanita belum
mahir atau belum bisa membuat kain tenun maka wanita tersebut tidak
diperbolehkan untuk menikah, akan tetapi jika si wanita nekat ingin menikah,
maka wanita tersebut harus membayar denda yang berupa uang atau berupa hasil
panen padi. Tradisi ini kemungkinan besar yang membuat kegiatan menenun masih bertahan
dalam masyarakat Sasak.
Makna Filosofis Tenun Subahnale
Motif subahnale berupa susunan geometris segi enam seperti
sarang lebah dengan isian bunga merupakan salah satu motif kuno di Lombok yang
terkenal rumit dan sangat indah. Menurut Budayawan Lombok, L Agus Fathurrahman,
(dikutip dari National Geographic Indonesia, 2014), kain tenun bagi masyarakat
Sasak berkaitan dengan banyak aspek dalam budaya. Bahkan, untuk menenun harus
didahului dengan upacara, meski kini sudah tak lagi dijalankan, kecuali di
beberapa daerah untuk pembuatan tenun umbaq. Ketika bayi lahir,
dibuatkan tenun umbaq berupa kain bermotif garis-garis dengan
rumbai yang diikat dengan uang logam bolong. Kain yang dipakai untuk
menggendong anak ini sebagai simbol kasih sayang dan penuntun hidup. Kain ini
dipegang (disimpan) si anak hingga ia meninggal.
Semetara, makna dari setiap warna dan rumbai tersebut
adalah; warna putih berasal dari ayah, warna merah berasal dari ibu, dan hitam
merupakan warna dari dunia, sedangkan setiap rumbai-rumbai kain umbaq merupakan
hakikat dari hidup seorang manusia, banyak terdapat jalan namun tidak bisa
sembarangan. Kain Umbaq adalah satu-satunya kain songket Sasak
yang tidak diperjual belikan. Hanya dimiliki oleh garis keturunan khusus. Orang
dari luar Pulau Lombok dapat memilikinya dengan sebuah ritual khusus adat suku
Sasak, (Pratama, 2017:93).
Dalam perkembangannya, terdapat beberapa jenis kain tenun
songket subahnale Suku Sasak yang dikenal. Motif kain songket Subahnale
Serat Penginang, berbentuk kotak-kotak segi empat dan diberi hiasan
motif binatang, tepak dara atau garis silang menyilang. Motif Serat Penginang
biasa digunakan oleh penduduk sekitar untuk upacara adat, bisa digunakan oleh
pria maupun wanita. Memiliki makna bahwa setiap manusia harus memiliki sikap
kebersamaan serta rukun terhadap sesama manusia. Songket Subahnale Panah,
melambangkan sifat jujur seperti anak panah yang telah dilepaskan akan meluncur
lurus ke depan.
foto: Selendang Subahnale dasar biru dongker motif seret penginang di pameran Museum NTB
Kain songket Subahnale Keker bermotif
hewan. Digambarkan dua ekor burung merak yang sedang berhadap-hadapan dan
berada di bawah pohon yang rindang. Makna motif Keker melambangkan kebahagiaan
dan perdamaian dalam memadu kasih di bawah rindangnya pepohonan. Digunakan untuk
pesta karena melambangkan sebuah kebahagiaan. Ada juga yang berbentuk seperti
tokek. Kain ini bermakna sebuah keberuntungan, digunakan untuk upacara adat
atau untuk pesta adat.
Kain tenun songket Subahnale Bulan Berkurung,
motif ini berbentuk seperti bulan geometris. bermakna bahwa Tuhan itu ada,
kebesaran Tuhan yang harus selalu diingat serta disyukuri oleh seluruh umat
manusia. Kain ini digunakan pada saat-saat tertentu saja misalnya digunakan
oleh pasangan suami istri yang baru saja menikah.
Kain songket Subahnale Wayang, motif ini
berbentuk seperti wayang, bermakna bahwa manusia di dunia ini sejatinya tidak
bisa hidup sendirian, sebagai manusia sangat memerlukan manusia lainya. Motif
ini biasa digunakan saat upacara adat.
Songket Subahnale Bintang Empat¸ memiliki bentuk
seperti bunga ceplok, bermakna sebagai empat mata arah angin. Terinspirasi
dari keluarnya bintang timur pada pagi hari. Bintang timur muncul adalah
pertanda bahwa matahari akan segera terbit. Motif ini biasa digunakan wanita
hadiah pernikahan untuk suami.
Kain Songket Ragi Genep. Ragi berarti
bumbu dan Genep berarti lengkap, dengan motif geometris
berbentuk garis memanjang, memiliki makna kelengkapan jiwa spiritual seseorang.
Karena saat dua orang menikah maka lengkap sudah jiwa kehidupan mereka. Jadi pada
dasarnya kain ini hanya digunakan pada saat upacara pernikahan adat Sasak saja.
Kain Songket Lempot Umbaq merupakan kain
yang sangat istimewa, kain ini bermakna sebagai perantara atau hubungan batin
antara anak dan orang tuanya. Selain itu kain ini juga membuat dipercaya
membuat jiwa pemberani ketika memakainya. Hanya digunakan saat upacara adat
oleh orang-orang keturunan raja.
Saat ini, para penenun banyak yang tidak memahami arti dan
makna motif kainnya. Bahkan penenun lebih tua pun kesulitan menyebutkan
nama-nama motif dan maknanya, ditambah juga motif tenun Lombok berjumlah cukup
banyak.
Dari beberapa kajian mengenai tenun Lombok, sebagaimana di
daerah lain, ragam hias tenun di Lombok banyak dipengaruhi unsur kepercayaan
dan lingkungan sekitar. Kemungkinan pada awalnya, muncul bentuk-bentuk ragam
hias manusia, fauna, dan flora sebagai hasil pengaruh animisme dan dinamisme
serta agama Hindu. Setelah Islam masuk, ragam hias menghindari bentuk makhluk
hidup khususnya hewan. Namun, beberapa ragam hias menunjukkan terjadinya
akulturasi seperti motif bunga pada bagian dalam segi enam tenun subahnale.
Kain tenun Lombok memiliki ciri khasnya tersendiri. Dengan
berkembangnya produk kain modern yang beraneka rupa dengan pasarnya tersendiri,
kain Lombok memiliki makna filosofis kehidupan masyarakat Sasak yang memiliki
nilai tersendiri.*
*Terbit di kicknews.today
Comments
Post a Comment